Minggu, 17 April 2016

Dinamika konflik , Pengaruh dari konflik di dalam organisasi , Jenis dan sumber konflik , Jenis dan sebab timbul konflik .

Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau interaksi yang bersifat antargonistik. Konflik terjadi karena perbedaan dan kelangkaan kekuasaan, perbedaan atau kelangkaan posisi sosial dan posisi sumber daya atau karena disebabkan sistem nilai dan penilaian yang berbeda. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa para pemimpin dan manajemen dalam suatu organisasi 21% dari waktu mereka dikonsentrasikan untuk menangani konflik. Oleh karena itu, para pemimpin dan manajemen suatu organisasi harus mengerti betul tentang konflik agar dapat membuat kinerja mereka yang berkonflik tersebut berkinerja lebih baik sehingga tidak akan mengganggu pencapaian tujuan organisasi.
Konflik terjadi pada dua tingkat, yaitu tingkat antar pribadi dan tingkat antar kelompok. Konflik dibedakan kedalam konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan organisasi dan karena seringkali bersifat konstruktif. Konflik disfungsional adalah suatu konflik yang menghambat tercapainya tujuan organisasi dan karenanya seringkali bersifat destruktif (merusak). Konflik fungsional sangat dibutuhkan oleh organisasi, sedangkan konflik disfungsional meskipun tidak diinginkan akan tetapi keberadaan konflik disfungsional ini tidak dapat dihindari. Konflik disfungsional pasti ada pada setiap organisasi maka harus diupayakan untuk menjadi konflik fungsional. Konflik disfungsional akan merugikan semua pihak, baik individu, kelompok maupun organisasi. Konflik disfungsional akan mengarah kepada keharncuran organisasi bisnis. Oleh karena itu, berbagai penyebab munculnya konflik disfungsional ini harus dieliminir semaksimal mungkin.
B. Gejala Konflik
Gejala konflik adalah awal penyebab terjadinya sebuah konflik. Gejala konflik yang pada umumnya muncul dan akan nampak dipermukaan adalah :
1. Adanya Komunikasi yang Lemah
Hal ini terjadi karena keputusan yang diambil berdasarkan informasi yang salah. Dua kelompok (minimal) akan bergerak kearah yang berlawanan berdasarkan permasalahan yang sama.
2. Adanya Permusuhan dan Irihati Antar Kelompok
Hal ini disebabkan karena adanya perlakuan dan sikap yang tidak adil dari pemimpin kepada bawahan (rakyatnya), baik secara individu atau kelompok.
3. Adanya Friski Antar Pribadi
Hubungan anatar individu seringkali berada dalam kelompok yang berbeda. Individu yang berada dalam kelompok lain biasanya akan mendapat atau akan dipengaruhi oleh kebiasaan kelompok tersebut sehingga ketika kembali kepada kelompoknya sering kali tanpa menyadari telah membawa gagasan atau kebiasaan kelompok lain. Dalam keadaan demikian akan mudah muncul konflik.
4. Eskalasi Arbitrasi
Semakin banyak kelompok yang konflik, maka biasanya kelompok-kelomok ini akan dipaksa melakukan arbitrasi (jalan damai). Suatu misal, seringkali dua bagian berkonflik mengenai satu penanganan kasus, antara bagian keuangan dengan perencanaan, bagian perencanaan dengan ops-lap, bagian keuangan dengan ops-lap dan lain-lain. Dimana bagian keuangan seringkali memaksa memperketat penggunaan anggaran sedangkan bagian lain meminta kelonggaran atau sebaliknya.
5. Adanya Moral yang Rendah
Orang yang mempunyai moral rendah seringklai menampakkkan konflik dibandingkan bersahabat. Kinerja orang yang bermoral rendah cenderung kurang baik dan seringkali bertindak tanpa perhitungan yang cermat. Dalam keadaan demikian tidak menutup kemungkinan akan banyak muncul konflik.
6.Adanya Perbedaan Keyakinan yang Ekstrim
Jika orang-orang yang ada dalam suatu tatanan kehidupan atau organisasi berpegang kepada keyakinan tertentu dengan fanatisme yang sangat tinggi dengan tidak mentolerir keyakinan orang lain, maka keadaan ini juga akan memicu konflik.
C.Tingkatan Konflik
Untuk mengelola dan mengatur konflik secara efektif dan efisien maka pimpinan harus dapat menunjukkan secara tepat dalam sebuah manajemen keberadaan konflik agar pengambil kebijakan tingkat bawah (user) dapat memilih carfa yang tepat untuk menyelesaikan suatu konflik. Untuk itu para user harus mengetahui pula intensitas dan derajad konflik sebab dengan mengetahui intensitas atau derajad konflik, maka user akan dapat menentukan terapi yang tepat dan manjur secara sistematis dan terprogram dalam suatu urutan dan langkah-langkah operasional sehingga konflik ada sangat fungsional (berpengaruh positif) bagi kinerja suatu organisasi. Pada dasarnya ada enam tingkatan konflik, yaitu :
1.Konflik dalam Diri Pribadi
Di dalam konflik ini, seseorang mempunyai konflik pribadi (dalam dirinya) di dalam memilih berbagai tujuan yang sesuai. Misal suatu pegaai mendapat dua tugas dari dua pejabat yang sama-sama penting akan tetapi sifat dan macam tugasnya berbeda. Dengan demikian maka pegawai tersebut mempunyai konflik pribadi dalam dirinya sendiri untuk menentukan skala prioritas penyelesaian. Konflik dalam diri pribadi ini terbagi ke dalam konflik kognisi dan konflik afektif. Konflik kognisi terkait dengan domain intelektual (pemikiran) sedangkan konflik afektif berkaitan dengan domain perilaku atau sikap.
2. Konflik Antar Pribadi
Konflik ini berkaitan dengan dua orang atau lebih yang mempunyai perbedaan untuk menentukan dan memilih isu, tindakan atau tujuan yang ketiganya sama-sama penting artinya. Jika pejabat setingkat supervisor (pengawas lapangan) dengan bawahan mempunyai cara pandang penyelesaian suatu tugas, maka salah diantaranya harus mengambil pilihan yang mungkin menyadari dan menerima konsekuensi dari suatu pilihan yang diambil. Cara pandang penyelesaian biasanya terkait dengan metode yang digunakan, dimana keduanya merasa paling tepat. Kondisi demikian sebenarnya telah menjadi konflik antar supervisior dan bawahan
3. Konflik dalam Kelompok
Jika dua orang atau lebih merupakan anggota dalam suatu kelompok dan masing-masing orang dalam kelompok terdapat ketidaksamaan pilihan untuk menentukan cara yang akan ditempuh maka berarti di dalam kelompok tersebut terjadi konflik. Konflik dalam kelompok ini terdiri dari konflik subtantif dan konflik afektif. Konflik subtantif didasarkan atas ketidaksesuaian intelektual. Ketika berbagai anggota kelomopk dari sautu tim produktif mengambil kesimpulan yang berbeda-beda dari sebuah desain spesifikasi, maka disana berarti telah terjadi konflik subtantif. Konflik subtantif in ditimbulkan dari adanya persepsi yang berbeda-beda dan persepsi yang berbeda-beda disebabkan karena derajad kognisi yang berbeda pula. konflik afektif didasarkan atas respon  emosional terhadap suatu situasi. Konflik afektif juga dapat terjadi karena interaksi yang tidak sejalan atau dikarenakan masing-masing orang dalam kelompok mempunyai kepribadian yang berbeda-beda.
4. Konflik Antar Kelompok
Konflik antar kelompok terjadi diantara kelompok yang berbeda dikarenakan masing-masing kelompok melihat sesuatu sesuai dengan kepentingan kelompoknya. Perbedaan kepentingan dikarenakan adanya perbedaan harapan. Pemimpin harus dapat menyadarkan berbagai bagian yang berbeda ini agar masing-masing bagian mau mengerti dan memahami tujuan, sasaran, misi dan visi organisasi. Tanpa memahami tujuan, sasaran, misi dan visi organisasi maka masing-masing bagian hanya akan mementingkan bagiannya sendiri.
5. Konflik dalam Organisasi
Setiap organisasi mempunyai bagian dan setiap bagian mempunyai sub bagian yang lebih kecil dan setiap sub bagian mempunyai anggota individu. Jika konflik masih terdapat di dalam bingkai organisasi maka berarti konflik terjadi dalam organisasi. Konflik dalam organisasi terdiri dari konflik vertikal, konflik horisontal dan konflik diagonal. Konflik vertikal terjadi jika yang berkonflik mempunyai hubungan vertikal seperti bawahan dengan atasan. Konflik horisontal terjadi jika yang berkonflik adalah individu atau bagian yang mempunyai kedudukan sederajad. Konflik diagonal terjadi jika konflik telah merambah kepada distribusi sumber daya yang ada dalam organisasi.
6. Konflik antar Organisasi
Konflik antar organisasi adalah konflik yang terjadi antar organisasi yang berentitas mandiri yang tidak mempunyai hubungan struktur organisasi. Jika dua organisasi dibawah entitas yang berbeda satu sama lain maka disini telah terjadi konflik antar organisasi. Konflik antar organisasi hanya dapat diselesaikan oleh pimpinan pada level tingkat atas dari kedua organisasi tersebut. konflik anatar organisasi dapat juga terjadi antara organisasi bisnis sebagai pemasok yang umumnya sangat didorong oleh kepentingan taktis dan strategis yang berbeda.
D. Sifat Konflik
1. Konflik Laten
Konflik dimulai ketika kondisi konflik ada (muncul). Individu atau kelompok mempunyai perbedaan kekuasaan, bersaing untuk mendapatkan sumber daya organisasi, mendorong untuk mendapatkan otonomi, mempunyai tujuan spesifik yang berbeda atau merasakan tekanan peran yang berbeda. Berbagai perbedaan ini akan menimbulkan dasar bagi adanya berbegai ketidaksesuaian dan ketidakharmonisasian serta dapat menciptakan konflik.
2. Konflik yang Dikenal
Dalam rangakaian berikutnya, orang atau kelompok mulai mengetahui bahwa konflik benar-benar ada. Mereka semua menyadari perebedaan opini, perbedaan persepsi, ketidaksesuaian tujuan, ketidaksesuaian nilai serta adanya upaya untuk memperkecil peran pihak lain atau adanya implementasi gerakan oposisi dari pihak lain.
3. Konflik yang Dirasakan
Jika setiap orang dari anggota kelompok sudah merasakan perasaan yang kurang enak atau resah atau gelisah maka konflik telah bergerak kearah alam sadar orang-orang tersebut dan orang yang terlibat ini sudah mulai merasakan dampak dari konflikDalam keadaan ini maka konflik sudah menjadi persoalan pribadi atau persoalan kelompok yang terlibat dan semua yang terlibat akan berusaha untuk menyelesaikan konflik atau berusaha untuk tetap dapat bertahan dengan stamina tinggi di dalam menghadapi medan konflik.
4. Konflik Manifes
Dalam keadaan manifes semua pihak yang terlibat dalam konflik sama-sama menyadari untung dan ruginya adanya konflik. Semua yang terlibat berusaha menyelesaikan konflik atau menarik diri dari konflik atau berusaha memenangkan konflik. Upaya sadar untuk mengakhiri konflik sudah mulai tampak pada konflik manifes ini. Dalam keadaan demikian maka suatu pola manajemen dapat memberikan tawaran kepada pihak yang berkonflik agar konflik yang ada menjadi konflik fungsional bagi kemajuan organisasi.
5. Konflik Lanjutan
Setelah penyelesaian konflik dilakukan maka biasanya masih terjadi bekas-bekas adanya konflik. Semakin dalam suatu konflik maka akan semakin terasa bekas yang dirasakan setelah berakhirnya suatu konflik.
E. Penyebab Konflik
Situasi tertentu dapat menyebabkan konflik. Dengan mengetahui penyebab konflik makan akan lebih mudah mengantisipasi konflik dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik agar konflik tidak menjadi disfungsional. Diantara penyebab konflik yang seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik disfungsional adalah :
  1. Adanya kepribadian yang saling bertentangan
  2. Adanya sistem nilai yang saling bertentangan
  3. Adanya tugas yang batasanya kurang jelas dan sering kali bersifat tumpang tindih
  4. Adanya persainganyang tidak fair
  5. Adanya persaingan yang diberi fasiltas yang sangat terbatas (tidak cukup)
  6. Proses komunikasi yang tidak tepat
  7. Adanya tugas yang saling bergantung satu sama lain.
  8. kompleksitas organisasi yang cukup tinggi
  9. Adanya kebijakan-kebijakan yang kurang jelas dan tidak dapat diterima secara rasional
  10. Adanya berbagai tekanan yang cukup besar
  11. Adanya keputusan yang dibuat berdasarkan kolektif. Dalam hal ini umumnya kelompok mayoritas yang mempunyai dominan
  12. Adanya keputusan yang dibuat berdasarkan konsensus
  13. Adanya harapan yang sangat sulit untuk dipenuhi
  14. permasalahan dilematis yang sangat sulit untuk dipecahkan
F. Hubungan Intensitas Konflik dan Hasil
Konflik tidak mungkin dilenyapkan di dalam organisasi akan tetapi konflik dikenal baik secara langsung maupun  secara tidak langsung. Secara langsung, konflik dapat dikenali manakala pihak yang melakukan konflik menampakkan diri kepermukaan maka konflik sangat sulit dikenali, akan tetapi yang perlu disadari bahwa konflik pasti ada di dalam organisasi manapun. Hubungan antara konflik dengan keluaran (output) digambarkan dalam grafik berilkut :
 

G. Cara Penanganan Konflik
Setiap kecenderungan menangani konflik hanya pada konflik disfungsional dan untuk konflik fungsional cenderung dibiarkan semakin berkembang. Selama rentang waktu yang cukup lama telah banyak cara-cara yang dikembangkan untuk menangani konflik. Diantaranya cara penanganan yang ditemukan oleh Afzalur Rahman yang kemudian model ini dikenal dengan model Afzalur Rahman yang dituangkan dalam gambar berikut :
 

Mengintegrasikan
Dengan cara ini pihak yang berkepentingan dokonfrontasikan untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan berbagai alternatif dan memilih cara menyelesaikan masalah terbaik. Cara ini sangat cocok manakala konflik terbentuk karena adanya salah pengertian.
Membantu
Pihak yang membantu mengabaikan kepentingannya sendiri guna memuaskan kepentingan pihak lain. Gaya ini sering dinamakan memperhalus atau memperkecil konflik.
Mendominasikan
Dalam gaya ini akan dipakasakan kepada pihak yang konflik mengakui kemenangan atau kekalahannya secara jantan dan sehat. Gaya ini sesuai digunakan untuk memaksa pihak yang terlibat untuk mengakui kemenangan atau kekalahannya. Cara ini dijumpai ketika perang dunia II berakhir. Pihak yang menang dan yang kalah dapat memposisikan dirinya. Cara ini biasanya menggunakan pendekatan formal oleh pihak yang mempunyai posisi dominan.
Menghindar
Jika ada pihak yang berkonflik maka salah satu caranya adalah menghindarkan diri dari konflik tersebut. cara ini digunakan agar wilayah konflik tidak semakin luas.
Kompromi
Jika konflik dilakukan oleh pihak yang terkait tersebut mempunyai posisi sama kuat dan masing-masing tidak mau mengalah maka langkah yang paling tepat adalah mengkompromikan pihak yang berkonflik tersebut. Masing-masing akan mempunyai keuntungan melalui jalan kompromi ini. Sedangkan Steven P Robin menambahkan kompetisi dan kolaborasi. Dalam penyelesaian kompetisi ini konflik dibiarkan dan justru dipertandingkan sehingga ada pihak yang menang dan pihak yang kalah. Misal dalam suatu organisasi olah raga yang mempunyai banyak klub, maka jika antar klub terdapat konflik maka konflik tersebut dibina dan dipelihara hinga berlarut-larut kemudian dipertandingkan sehingga daripadanya akan diperoleh rangking. Dalam penyelesaian kolaborasi maka pihak yang berkonflik dibawa ke meja perundingan untuk menyelesaiakan permasalahan mereka . mereka yang berkonflik disuruh untuk menyelesaikan sendiri apa yang menjadi keinginannya.
H.Aliran Pemikiran Tentang Konflik
Aliran konflik dibagi menjadi tiga. Yang pertama disebut aliran tradisonal (traditional school), yang kedua disebut aliran hubungan antar manusia (human relation school) yang ketiga disebut aliran antar aksi (interactionist school)Aliran pertama beranggapan bahwa konflik itu jelek dan harus dihindari, aliran kedua beranggapan bahwa konflik tersebut sifatnya alami dan tidak dapat dihindarkan dan akan selalu ada dalam suatu komunitas, kelompok atau organisasi dan konflik tidak perlu ditakuti dan konflik dapat mempunyai kekuatan potensial di dalam menetapkan kinerja kelompok, sedangkan aliran ketiga menyatakan bahwa konflik tersebut sangat diperlukan guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi.
1. Aliran Tradisional
Adalah aliran yang palng tua dan selalu beranggapan bahwa konflik itu jelek. Oleh aliran ini konflik dipandang negatif dan disamakan dengan segala bentuk pengrusakan, demosnstrasi, penghancuran dan pemaksaan negatif lainnya. Konflik dianggap akan merugikan oleh karena itu sedapat mungkin harus dihindari. Berdasarkan studi Hawthorne, konflik merupakan perilaku disfungsional (malfungsi) yang disebabkan karena lemahnya komunikasi, kurangnya keterbukaan dan kurangnya kepercayaan satu sama lain serta kegagalan pemimpin dalam merespon kebutuhan dan aspirasi bawahan/rakyatnya. Karena konflik dipandang sebagai sesuatu yang jelek maka sebaiknya konflik sedapat mungkin dihindari.
2. Aliran Hubungan Antar Manusia
Aliran ini beranggapan bahwa konflik bersama alami dan keberadaannya tidak dapat dihindari dan oleh karena itu mau tidak mau konflik pasti ada di dalam organisasi. Karena konflik tidak dapat dihindari maka keberadaan konflik dalam sautu organisasi harus diakui. Dalam aliran ini konflik dianggap sebagai sesuatu yang rasional sehingga menurut aliran ini konflik tidak dapat dieliminasi.
3. Aliran Antar Aksi
Aliran ini beranggapan bahwa konflik sebaiknya didorong keberadaannya dan sebisa mungkin diciptakan. Menurut aliran ini  konflik dapat menciptakan kinerja yang baik, suasana harmonis dan sehat serta menciptakan berbagai model inovasi. Kontribusi utama dari aliran ini adalah mendorong para pemimpin kelompok untuk tetap mempertahankan tingkat konflik minimum sehingga menghasilkan kritik diri dan terciptanya proses kreatif. Aliran ini sangat mendukung ketidaksamaan dan membuka kritik dan peranyaan yang ditujuakn kepada pihak lain sehingga akan memberikan bantuan atau masukan bagi kinerja yang baik.
I. Paradoks Konflik
Paradoks adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan asa atau prinsip. Jika sesutu secara prinsipil diakui benar akan tetapi yang dilakukan adalah yang bertentangan dengan prinsip maka dinamakan perilakunya berparadoks. Dalam masalah konflik, jika konflik dianggap perlu ada dan alamiah akan tetapi orang masih tidak suka ada konflik maka berarti telah terjadi paradoks konflik.
J. Proses Konflik
Proses terjadinya konflik ada emapt tahap, yang meliputi oposisi, potensial, kognisi dan personaliasi, perilaku dan hasil (outcomes). Ke empat tahapan konflik ini nampak dalam diagram berikut :
Tahap Satu
Tahap awal konflik terjadi karena keadaan kondisi yang menciptakan kesempatan timbulnya konflik meskipun mereka sebenarnya tidak mengarah secara langsung terhadap konflik akan tetapi salah satu dari kondisi ini dapat memicu konflik. Sumber konflik meliputi komunikasi, struktur dan variabel pribadi. Komunikasi dapat menjadi sumber konflik dikarenakan adanya kesukaran semantik (bahasa), adanya salah satu pengertian dan lemahnya saluran komunikasi. Maslaah kmunikasi ini sangat sering dijumpai dalam dunia nyata. Salah satu mitos utama adanya konflik yaitu karena rendahnya komunikasi. Jika kita dapat berkomunikasi secara baik maka kita akan dapat menyelesaikan segala perbedaan. Meskipun demikian tidak berarti komunikasi yang lemah pasti menimbulkan konflik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesukaran memahami bahasa pihak lain, tidak tersedianya informasi yang memadai serta terganggunya saluran komunikasi karena adanya suara berisik yang mengganggu daya tangkap seseorang merupakan kendala (hambatan) komunikasi dan juga merupakan penyebab potensial konflik.
Struktur disini digunakan untuk memasukkan variabel seperti ukuran, derajad spesialisasi dalam tugas yang dikaitkan terhadap kelompok, kejelasan yuridiksi, tujuan, gaya kepemimpinan, sistem penghargaan dan derajad ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi akan bertindak sebagai pemicu konflik. Semakin besar kelompok dan semakin luas spesialisasi activates, maka akan semakin besar pula konflik yang ciptakan.
Potensi konflik cenderung semakin membesar manakala anggota kelompok berusia muda dan tingkat perputarannya sangat tinggi. Setiap kelompok dalam organisasi mempunyai tujuan yang berbeda. Perbedaan ini tentunya akan dapat menjurus kepada konflik. Begitu jugagaya kepemimpinan dapat menjadi pemicu potensial untuk berkonflikPartisipasi juga merupakan pemicu konflik. Bahkan semakin besar tingkat partisipasi maja akan semakin besar pula derajad konfliknya, ia mempunyai korelasi positif yang sangat kuat. Variabel pribadi, variabel ini meliputi sistem nilai pribadi yang dipegang teguh dan karakteristik kepribadian akan menjurus kepada perbedaan. Sistem nilai pribadi dan karakteristik pribadi mempunyai korelasi yang kuat dengan perbedaan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mempunyai otoritas dan dogmatis yang tinggi cenderung menuju konflik. Antara otorisasi dan dogmatis yang tinggi mempunyai hubungan positiff dengan konflik. Perbedaan nilai yang dianut (apalagi jika nilai tersebut dipandang sakral) seringkali menimbulkan berbagai prasangka dan prasangka pada umumnya jika diletupkan ke permukaan akan menjadi konflik. Konflik yang paling keras jika dilahirkan dari perbedaan sistem nilai yang dianut. Jika perbedaan sistem nilai tumbuh subur dalam organisasi hal ini akan menjadi bahaya yang sangat fatal. Oleh karena itu perbedaan sistem nilai dianjurkan untuk tidak berperan di dalam organisasi.
Tahap Dua
Jika kondisi tahap satu menimbulkan frustasi maka akan menjadi potensi oposisi untuk berlanjut kepada tahap dua. Kondisi penyebab akan dapat menjadi konflik manakala pihak-pihak yang ada dipengaruhi oleh kesadaran berkonflik. Oleh karena itu, para pihak akan menyadari bahwa konflik lahir. Masing-masing pihak sangat menyadari bahwa telah terjadi perbedaan antar keduanya atau mungkin satu pihak yang menyadari sedangkan pihak lainnya tidak menyadari.
Tahap Tiga
Begitu konflik muncul ke permukaan akan mencerminkan perilaku sempurna (penuh) dari yang bersiffat sangat halus sampai yang keras, dari yang tidak langsung kepada yang langsung dari yang dapat dikendalikan sampai yang tidak dapat dikendalikan. Konflik yang masih rendah dan masih sangat halus biasanya diungkapkan dalam bentuk beraneka ragam pertanyaan yang seringkali memojokkan. Dan jika sudah bersifat kasar dan agresif maka cenderung menuju pengerusakan. Sekali konflik muncul kepermukaan maka akan ada kecenderungan untuk berkembang dan meluas. Dan kemudian pihak yang berkonflik sudah mulai memikirkan cara melakukan penyelesaian konflik. Hal ini belum dijumpai pada tahap dua. Kemudian penyelesaian konflik akan mengambil tindakan mengintegrasikan, membantu menghindari mengkompromikan, mengkompetisikan, mengkolaborasikan dan mengakomodasikan.
Tahap Empat
Pola perilaku konflik dengan perilaku penanganan konflik akan menghasilkan konsekuensi. Umumnya konsekuensi yang dihasilkan akan bersiat fungsional. Para pihak yang berkonflik akan berusaha mencari titik keseimbangan sebab dirasakan bahwa konflik jika diteruskan dapat merugikan kedua belah pihak. Pihak yang sangat lemah tidak mungkin memunculkan konflik dengan pihak yang kuat sebab disadari betul bahwa ia akah digilas habis. Umumnya pihak yang berkonflik mempunyai posisi yang relatif sama kuat. Jika proses komporomi atau proses akomodasi tidak dapat dicapai maka akan memberikan konsekuensi disfungsional. Konflik akan bersifat konstruktif manakala konflik dapat memperbaiki kualitas keputusan, mendorong kreativitas dan inovasi serta memajukan minat antar kelompok yang berkonflik dan menciptakan kinerja organisasi secara keseluruhan dengan cara yang efektif dan efisien.
K. Diagnose Konflik
Diagnose konflik merupakan tahap yang paling krusial dan sering diabaikan di dalam manajemen konflik. Karena seringkali konflik tidak diakui dan dirasakan keberadaannya sebelum kondisi konflik menjadi akut (gawat), maka kebutuhan untuk menyelesaikannya seringkali diabaikan. Intervensi yang seringkali dilakukan secara tiba-tiba akan dapat memberikan hasil yang memadai manakala keadaan konflik masih belum parah akan tetapi sebaliknya, dalam kondisi yang sudah parah maka intervensi spontan cenderung menyebabkan konflik semakin parah dan meluas dan dalam keadaan demikian akan sangat sulit untuk menyelesaikan konflik. Ada beberapa indikator yang harus diketahui jawabannya dari berbagai pertanyaan berikut :
  1. Pada bidang apa konflik tersebut terjadi ?
  2. Rasional atau tidakkah munculnya konflik tersebut ?
  3. Pada tingkat apa konflik tersebut muncul (berada) ?
  4. Sudah lamakah konflik tersebut itu muncul ?
  5. Apa sajakah faktor yang menyebabkan konflik ?
  6. Ringan atau beratkah konflik yang ada ?
  7. Peran apa yang dimainkan oleh berbagai pihak yang terkait ?
  8. Keadaan yang bagaimana yang diinginkan oleh pihak yang terkait ?
  9. Adakah keinginan pihak terkait untuk menyelesaikan konflik ?
Konflik yang terjadi sebagai akibat dari dalam individu, hubungan antar pribadi, hubungan antar kelompok, hubungan antar organisasi atau gabungan dari keempatnya. Jika para pemimpin/pengambil kebijakan mengerti kontribusi dari berbagai tingkat yang berbeda, maka pemimpin/pengambil kebijakan akan dapat merespon secara cepat dan tepat.
Oleh karena itu sangat penting menguji konflik dari masing perspektif sehingga diagnosis yang dilakukan akan memberi kontribusi yang tepat bagi efektivitas dan efisiensi organisasi (pemerintah/non pemerintah). Posisi pengambil kebijakan dan posisi pihak yang berkonflik sama pentingnya untuk diperhatikan agar konflik yang terjadi dalam organisasi minimal menjadi konflik fungsional sehingga kinerja organisasi menjadi optimal. Di dalam menyelesaikan konflik, suatu manajemen yang digunakan dituntut rasional, adil, netral dan penuh kesabaran sehingga semua pihak yang berkonflik mengerti akan tujuan, sasaran visi dan misi dan untuk apa mereka berada di dalamnya.
Dalam sebuah organisasi tidak dilarang seorang atau kelompok berkonflik akan tetapi sangatlah tidak pantas jika konflik yang terjadi diantara mereka menyebabkan kinerja menjadi tidak effektif dan efisien sehingga tujuan yang akan dicapai tidak terwujud dikarenakan adanya konflik. Yang perlu disadari adalah bahwa setiap orang masuk atau menjadi anggota organisasi atau bagian dari sebuah organisasi mempunyai harapan dan tujuan pribadi akan tetapi diterimanya seseorang di dalam organisasi adalah untuk membantu organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan.
Oleh karena dalam suatu manajemen kepemimpinan perlu dimengerti dan menyadari bahwa konflik merupakan keadaan alamiah yang pasti ada di setiap organisasi dan suatu hal yang tidak mungkin terjadi mengharapkan organisasi bebas konflik. Konflik dan kerjasama merupakan darah dan denyut nadi organisasi untuk itulah manajemen kepemimpinan menjadi seni yang menarik dan menantang di segala persamaan dan perbedaan antar manusia yang ada di dalam organisasi. Mendiagnose konflik dapat diarahkan kepada sikap, perilaku dan struktur dan masing-masing kategori mempunyai pola karakteristik spesifik dengan banyak atau sedikitnya konflik.
Sikap mencakup orientasi kelompok dan anggota kelompok terhadap kelompok atau anggota yang lain yang menyadari adanya ketergantungan kelompok dan berbagai pengalaman kelompok tentang hubungan antar kelompok dan kualitas perasaan kelompok maupun anggota kelompok serta tipe kelompok.
Banyaknya konflik sering ditandai oleh ketidaktahuan akan adanya ketergantungan satu sama lain dan acuhnya terhadap dinamika organisasi serta adanya pula perasaan negatif yang terlau kuat.  Kecilnya konflik dikarenakan rendahnya derajad kepentingan antar individu atau kelompok serta karena adanya kesadaran bahwa perbedaan itu merupakan suatu yang wajar dan alami.
Kajian atas perilaku meliputi cara di mana anggota kelompok atau kelompok dan berbagai tindakannya akan senantiasa bertindak sejalan dengan tujuan dan kepentingan kelompoknya yang hal ini sering ditandai oleh kecepatan konflik dan kerjasama yang ada di dalam suatu organisasi.
Di dalam konflik yang rendah, perilaku anggota kelompok atau kelompok biasanya ditandai oleh rendahnya respon terhadap persaingan dan perubahan yang ada dan biasanya juga diterima perbedaan yang ada di dalam organisasi.
Perilaku yang penuh konflik, terutama yang sangat berat akan diwarnai oleh tingginya gejolak dan protes antar kelompok dan hal ini tidak akan muncul manakala gaya kepemimpinan yang ada di dalam organisasi tidak bersifat partisipatif dan demokratis melainkan bersifat autokratf.
Dalam sudut pandang struktur konflik, struktur merupakan faktor yang mendasar mempengaruhi interaksi jangka panjang. Mekanisme struktural yang menghubungkan berbagai pihak terkait dan kepentingan jangka panjang serta muatan peraturan dapat mempengaruhi interkasi kelompok. Konflik dalam sudut pandang struktur akan terjadi manakala sistem yang ada kurang didefinisikan secara jelas sehingga mengundang munculnya konflik kelompok. Munculnya konflik kelompok ini diantaranya disebabkan masing-masing kelompok yang sangat berkepentingan memberikan persepsi yang berbeda-beda atas struktur yang ada.

sumber :  https://alisadikinwear.wordpress.com/2012/09/18/kekuasaan-dan-konflik-bagian-v-konflik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar